BP4K Kabupaten Cianjur Jalan Raya Bandung No. 61 CIANJUR Tlp/Fax (0263) 261156 E-Mail : bp4kcianjur@gmail.com___________BP4K Kabupaten Cianjur Jalan Raya Bandung No. 61 CIANJUR Tlp/Fax (0263) 261156 E-Mail : bp4kcianjur@gmail.com

Rabu, 28 September 2011

MENGUKUR NILAI EKONOMIS KEBUTUHAN AIR BAGI TANAMAN PADI SAWAH

Air  merupakan komponen utama bagi kelangsungan proses metabolisme dalam struktur tanaman. Selain pengaruh  radiasi surya, gas CO2 dan O2 di atmosfer, kadar air di daerah perakaran (tanah) sangat berperan untuk menunjang proses fotosintesis dan respirasi. Sumber utama cadangan air bagi tanaman adalah dari curah hujan. Curah hujan dapat mempengaruhi tanaman melalui  proses evaporasi (proses kesediaan air pada pori-pori tanah yang menguap karena peningkatan suhu dan radiasi surya). Jika curah hujan tinggi maka cadangan air yang ada di permukaan tanah (pori-pori tanah) lebih besar dibandingkan dengan penguapan air akibat proses evaporasi.
Seperti halnya dengan tanaman lainnya, tanaman padi juga sangat membutuhkan cadangan air yang mencukupi guna menunjang proses fotosintesis dan respirasi.  Disamping itu padi merupakan tanaman yang memerlukan intensitas radiasi panas matahari yang tinggi. Sehingga diperlukan asupan air yang seimbang dengan tingkat penguapannya. Air bagi tanaman, tidak terkecuali untuk padi berfungsi untuk : penyusun tubuh tanaman antara 70% - 90%,sebagai pelarut dan media reaksi biokimia pada jaringan tumbuh, medium perantara senyawa kimia (unsur hara dan nutrisi lainnya), bahan baku proses fotosintesa, dan menjaga keseimbangan suhu agar tetap konstan.
Berapa banyak sebenarnya konsumsi air bagi tanaman padi?
Dari catatan nationalgeographic.com bahwa dari total cadangan air tawar yang ada di seluruh dunia, 21% diantaranya digunakan untuk kegiatan pertanian padi sawah diseluruh dunia.  Jumlah sebanyak air sebanyak itu setara dengan 1350 milyar meter kubik.
Lebih jauh disebutkan bahwa untuk menghasilkan beras sebanyak 0,5 kg (1 pound) air yang dibutuhkan adalah sebanyak 449 galon, atau setara dengan 1700 liter air. Untuk  menghasilkan 1 kg beras, air yang dibutuhkan menjadi dua kali lipat yaitu sebanyak 3400 liter.  Berapa  kira-kira kebutuhan air untuk menghasilkan beras sebanyak 1 ton :
Beras yang dihasilkan
Air yang dibutuhkan
0,5 kg
1.700
ltr
1,7
M3
1 kg
3.400
ltr
3,4
M3
10 kg
34.000
ltr
34
M3
100 kg
340.000
ltr
340
M3
1.000 kg
3.400.000
ltr
3400
M3
5.000 kg
17.000.000
ltr
17000
M3

Berdasarkan tabel tersebut untuk  menghasilkan beras sebanyak 1 ton diperlukan pasokan air sebanyak 3,4 juta liter atau sebanyak 3400 meter kubik.  Jika dalam satu hektar beras yang ingin kita hasilkan sebanyak 5 ton, maka jumlah air yang harus disediakan sebanyak 17 juta liter (1700 meter kubik). Jumlah air sebanyak ini jika diangkut dengan truk tanki, dibutuhkan sebanyak 1063 unit truk tanki kapasitas 16 kiloliter. 
Kebutuhan  air sebanyak itu jika harus dibeli, berapa biaya yang harus disediakan petani untuk menanam padi? Jika per liternya air harus dibeli dengan harga Rp.1 saja, petani harus menyediakan biaya setidaknya Rp.17.000.000,- untuk memenuhi kebutuhan air sawah.  Ditambah dengan ongkos produksi lainnya maka biaya produksi menanam padi sawah diperkirakan akan membengkak hingga mencapai diatas 20 juta rupiah per hektar.
Namun faktanya kita tidak melakukannya, pasokan air baik dari irigasi, maupun dari curah hujan untuk areal sawah nyatanya masih tidak berbayar alias gratis. Namun jika pengelolaan sumberdaya air ini salah urus, bukan hal yang mustahil ke depannya kita harus menghadapi kenyataan di atas. Dimana kita harus benar-benar membeli air untuk mengairi tanaman padi sawah.   Untuk menghindari kerugian dari besarnya biaya sosial yang harus ditanggung, maka perlu antisipasi dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya air secara efisien dan lestari. Fenomena kekeringan dan banjir merupakan salah satu potret bahwa masih terdapat kekurangberesan dalam pengelolaan sumberdaya air ini.
Beberapa hal yang perlu segera diperbaiki dalam manajemen sumberdaya air ini yang terkait langsung dengan praktek budidaya tanaman padi sawah diantaranya :
1.      Penerapan teknologi budidaya yang hemat air, diantaranya dengan menggunakan sistem pengairan berselang.
2.      Perbaikan atau rehabilitasi sarana dan prasarana pengairan/irigasi. Termasuk pembuatan dan perlindungan bangunan penahan air seperti embung,dam, bendungan dan situ.
3.      Menanam tanaman penahan air, dengan menggunakan metode reklamasi lahan kritis dan intensifikasi kegiatan reboisasi.  
4.      Perlindungan dan pelestarian lingkungan kawasan resapan air, diantaranya dengan melakukan perlindungan terhadap vegetasi termasuk didalamnya kawasan hutan.
5.      Perbaikan sanitasi dan drainase saluran pengairan
Dengan melihat besarnya resiko yang dihadapi, maka sejatinya pengelolaan aspek sumberdaya air ini harus dilakukan serius dan berkelanjutan. Karena pengaruh yang ditimbulkan oleh dampak buruk masalah pengairan, bukan hanya mengancam eksistensi kelestarian lingkungan, namun juga dapat mengancam eksistensi keberlangusungan kehidupan manusia untu masa yang akan datang.

Penulis : Dandan Hendayana,SP (Penyuluh BP4K Cianjur)

Sabtu, 24 September 2011

MARI............. “KITA BUAT PETANI TERSENYUM KETIKA PANEN TIBA”


Petani kita sudah terlanjur memiliki mainset bahwa untuk menghasilkan produk-produk pertanian berarti harus gunakan pupuk dan pestisida kimia.
NPK yang antara lain terdiri dari Urea, TSP dan KCL serta pestisida kimia pengendali hama sudah merupakan kebutuhan rutin para petani kita, dan sudah dilakukan sejak 1967 (masa awal orde baru) hingga sekarang.
Produk hasil pertanian mencapai puncaknya pada tahun 1984 pada saat Indonesia mencapai swasembada beras dan kondisi ini stabil sampai dengan tahun 1990-an. Capaian produksi padi saat itu bisa 6 -- 8 ton/hektar.

Petani kita selanjutnya secara turun temurun beranggapan bahwa yang meningkatkan produksi pertanian mereka adalah Urea, TSP dan KCL, mereka lupa bahwa tanah kita juga butuh unsur hara mikro yang pada umumnya terdapat dalam pupuk kandang atau pupuk hijau yang ada disekitar kita, sementara yang ditambahkan pada setiap awal musim tanam adalah unsur hara makro NPK saja ditambah dengan pengendali hama kimia yang sangat merusak lingkungan dan terutama tanah pertanian mereka semakin rusak, semakin keras dan menjadi tidak subur lagi. Sawah-sawah kita sejak 1990 hingga sekarang telah mengalami penurunan produksi yang sangat luar biasa dan hasil akhir yang tercatat rata-rata nasional hanya tinggal 3, 8 ton/hektar (statistik nasional 2010).
Tawaran solusi terbaik untuk para petani Indonesia agar mereka bisa tersenyum ketika panen, maka tidak ada jalan lain, perbaiki sistem pertanian mereka, ubah cara bertani mereka, mari kita kembali kealam.

System of Rice Intensification (SRI) yang telah dicanangkan oleh pemerintah (SBY) beberapa tahun yang lalu adalah cara bertani yang ramah lingkungan, kembali kealam, menghasilkan produk yang terbebas dari unsur-unsur kimia berbahaya, kuantitas dan kualitas, serta harga produk juga jauh lebih baik.

Tetapi SRI sampai kini masih belum juga mendapat respon positif secara luas dari para petani kita, karena pada umumnya petani kita beranggapan dan beralasan bahwa walaupun hasilnya sangat menjanjikan, tetapi sangat merepotkan petani dalam proses budidayanya. Selain itu petani kita sudah terbiasa dan terlanjur termanjakan oleh system olah lahan yang praktis dan serba instan dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia, sehingga umumnya sangat berat menerima metoda SRI ini.
Mungkin tunggu 5 tahun lagi setelah melihat petani tetangganya berhasil menerapkan metode tersebut.

Tawaran solusi yang lebih praktis yang perlu dipertimbangkan dan sangat mungkin untuk dapat diterima dan diterapkan oleh masyarakat petani kita untuk dicoba, yaitu:

""BERTANI DENGAN SISTEM GABUNGAN SRI DIPADUKAN DENGAN PENGGUNAAN EFFECTIVE MICROORGANISME 16 PLUS (EM16+), PUPUK ORGANIK AJAIB (SO/AVRON/POC), AGEN HAYATI PENGENDALI HAMA TANAH GLIO DAN AGEN HAYATI PENGENDALI HAMA TANAMAN BVR, DENGAN POLA TANAM JAJAR GOROWO"

POLA TANAM JAJAR GOROWO
Kata “gorowo” diambil dari bahasa Jawa yaitu “lego”, “jero” dan “dowo”. Lego artinya luas/lebar, jero artinya dalam dan dowo artinya panjang. Teknologi jajar gorowo merupakan rekayasa teknik tanam dengan mengatur jarak tanam antar rumpun dan antar barisan sehingga terjadi pemadatan rumpun padi dalam barisan dan melebar jarak antar barisan dan diselang dengan parit/selokan sehingga seolah-olah rumpun padi berada dibarisan pinggir dari pertanaman yang akan memperoleh manfaat sebagai tanaman pinggir. Cara tanam padi pola tanam jajar gorowo merupakan rekayasa teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki produktivitas usaha tani padi. Teknologi ini merupakan perubahan dari teknologi jarak tanam tegel menjadi tanam jajar legowo dan disempurnakan menjadi tanam jajar gorowo.

Media tanam dalam bentuk bedengan tidak digenangi air, tetapi tinggi air pada parit/selokan sama atau sedikit lebih rendah dari permukaan tanah bedengan. Bibit ditanam pada usia muda (6 – 10 hss) dan satu bibit untuk satu titik tanam.

Selamat mencoba dan terimakasih,
omyosa@gmail.com; 02137878827

Selasa, 06 September 2011

Membuat Tepung dari Kulit Pisang


Tepung dari beras, ketela itu biasa. Tapi tepung dari kulit pisang itu baru luar biasa. Inilah cara membuatnya.
Kurangnya produksi bahan pangan seperti beras, tepung terigu, kedelai, minyak goreng dan gula di Kalimantan Barat, menyebabkan pedagang memasok sekitar 80 persen bahan pangan tersebut dari Pulau Jawa.
Transportasi pengangkutan lewat laut yang terhambat gelombang besar menyebabkan harga bahan pangan melonjak tinggi. Seperti harga tepung terigu dari Rp 6.500 per kilogram, naik menjadi Rp 7.000 per kilogram.
Ini mengakibatkan produk pangan dengan bahan dasar tepung, seperti mie harganya juga melonjak. Adanya pemanfaatan limbah kulit pisang menjadi tepung dapat mensubstitusi tepung terigu sehingga harga tepung terigu yang mahal dapat diimbangi.
Kulit pisang mengandung vitamin C, vitamin B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup (Sulffahri.2008). Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu 68,90 persen dan karbohidrat (zat pati) sebesar 18,50 persen.
Karena kulit pisang mengandung zat pati maka kulit pisang dapat diolah menjadi tepung. Berikut bagaimana membuat tepung dari kulit pisang seperti dilakukan oleh Leyla Noviagustin, Riin Sandra Yanti, dan Utin Febri Yantika, tiga mahasiswi Pendidikan Kimia Universitas Tanjungpura, Kalimantan Barat.
PILIH PISANG RAJA
Kulit pisang yang dipilih untuk diolah adalah kulit pisang raja karena mengandung kalsium (Ca) sebesar 10 mg. Selain itu kulit pisang raja lebih tebal dari kulit pisang lain (Sulfahri, 2008). Sehingga memiliki potensi pati yang cukup besar untuk diolah menjadi substituen tepung terigu.
Cara membuat tepung pisang mudah dan sederhana. Berikut ini cara membuat tepung pisang:
Bahan:
1. Pisang raja
2. Natrium tiosulfat (dapat dibeli di toko bahan kimia)
Alat:
1. Pisau
2. Perajang
3. Alat pengering
4. Alat penghancur atau penggiling
5. Ayakan atau saringan
Fungsi masing-masing peralatan:
1. Penggiling ukuran kecil untuk kapasitas satu kwintal atau lebih sesuai yang diinginkan. Penggilingan digunakan untuk menghancurkan potongan pisang menjadi tepung.
2. Pisau digunakan untuk memotong pisang menjadi ukuran kecil-kecil sebelum dilarutkan kedalam bahan natrium tiosulfat
3. Saringan/ayakan sebagai alat untuk menyaring/mengayak hasil tepung, guna mendapatkan tepung yang baik dan halus serta berkualitas.
4. Plastik yang lebar dan bersih sebagai alat untuk menaruh tepung pisang ketika dijemur agar supaya kering untuk memudahkan dalam proses penggilingannya.
5. Sinar matahari sangat diperlukan dalam proses pembuatan tepung pisang dalam proses pengeringan.
6. Plastik kemasan untuk membungkus tepung pisang telah jadi.
7. Plastik sealer, alat menutup kantong plastik.
Cara membuatnya:
1. Pisang yang telah tua dikupas kulitnya, dipisahkan daging buahnya.
2. Potong pisang kecil-kecil dengan ukuran kurang lebih 1 cm x 0,5 cm dengan pisau atau alat pengiris.
3. Rendam pisang dalam larutan natrium tiosulfat, setelah itu ditiriskan.
4. Keringkan potongan pisang. Pengeringan dengan sinar matahari perlu waktu kurang lebih dua hari. Jika menggunakan alat pengering gabah (dengan suhu 60 derajat celsius) proses pengeringan lebih cepat. Untuk mengeringkan dua kwintal pisang segar hanya perlu waktu 1 jam 20 menit.
5. Setelah kering atau kadar air kurang lebih 14 persen, potongan pisang dapat digiling/dihancurkan dengan menggunakan hammer mill atau ditumbuk.
6. Hasil penggilingan kemudian diayak.
7. Tepung pisang yang lolos dari ayakan dikemas dalam kantong plastik.
Penggunaan zat kimia Natrium tiosulfat bertujuan untuk menghambat terjadinya proses oksidasi pada kulit pisang, sehingga dapat mencegah timbulnya pencoklatan kulit pisang. Sehingga tepung yang dihasilkan akan lebih bersih. http://bkp.deptan.go.id/node/169@ken (

Menelisik akar penyebab krisis pangan

Selama hidup manusia sampai saat ini, proses pemenuhan kebutuhan pangan merupakan sebuah peradaban yang sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Sejarah pencarian bahan makanan telah ada sejak manusia muncul di atas muka bumi ini.
****
Pada jaman pra sejarah tidak jarang pergulatan pemenuhan kebutuhan pangan telah menimbulkan krisis pangan. Karena kebutuhan pangan manusia lebih besar dari yang disediakan alam.  Ditandai dengan perubahan proses ikhtiar yang dilakukan dari berburu dan nomaden, berubah dengan cara menetap dan teknik budidaya. Hal ini memperlihatkan usaha antisipasi krisis pangan telah muncul sejak jaman pra sejarah.  Teknik budidaya itu sendiri sampai sekarang terus berkembang, tetapi kenyataannya problem pangan tak juga berhenti. Dalam catatan sejarah krisis pangan pernah terjadi di eropa (Yunani dan Romawi), penduduk sampai berdoa pada dewa untuk meminta pangan. Sejarah krisis pangan di dalam Starving Nations The Story : History of the food crisis menunjukan berbagai faktor penyebab dari beberapa kasus krisis pertanian, krisis pangan, dan kelaparan dunia.
Tahun 1315 dan 1317
Pada masa itu Eropa mengalami kelaparan yang kemudian disebut sebagai the great famine (kelaparan paling parah). Masa itu tercatat sebagai saat krisis pangan yang akut sehingga menimbulkan kelaparan yang parah. Kelaparan ini disebabkan oleh hujan lebat yang terus menerus sehingga panen dan pengolahan tanah tidak memungkinkan dilakukan. Tahun 1317 kelaparan mencapai puncaknya, hewan yang biasanya dipakai untuk mengolah tanah disembelih untu dijadikan sebagai sumber pangan. Anak-anak muda dibuang oleh orang tuanya yang putus asa karena kelaparan. Krisis pangan mulai berakhir setelah musima panas tahun 1317 , cuaca mulai membaik dan tanaman bisa kembali dibudidayakan.  Setidaknya 10% sampai 15% penduduk eropa mati akibat kelaparan dan berbagai penyakit yang muncul dan gizi buruk.
Tahun 1932-1933
Catatan sejarah krisis pangan lainnya terjadi di Ukraina pada awal dekade 1930-an. Krisis ini telah mengakibatkan sekitar 7 juta warga Ukraina (25% dari populasi penduduk Ukraina) meninggal dunia karena kelaparan dan malnutrisi. Krisis pangan di Ukraina ini lebih tepat diakibatkan oleh kekejaman penguasa dibandingkan dengan pengaruh bencana alam. Setelah rezim komunis berkuasa di Rusia, mereka berusaha menguasai sejumlah negara tetangga. Pada tahun 1924 Joseeph Stalin berkuasa, dia menekan pendudukan Ukraina yang ingin memerdekakan diri. Stalin menaikan kuota pangan dalam program pangan yang diserahkan ke negara. Tahun 1932 pengumpulan pangan di Ukraina dinaikan hingga 44%.  Akibat kebijakan tersebut warga Ukraina mengalami kelaparan parah, karena bantuan dari luar tidak mungkin dilakukan. Tentara Rusia menjaga perbatasan Ukraina untuk menutup bantuan pangan ke wilayah itu. Pada tahun 1933 dalam sehari ada 25.000 orang tewas.
Tahun 1943
Krisis pangan berikutnya terjadi di kawasan Benggala (India), krisis ini bermula dari bencana angin ribut pada tahun 1942. Banyak wilayah penghasil pangan mengalami kerusakan parah, dan bersamaan dengan terjadinya Perang Dunia II yang membutuhkan pasokan pangan dalam jumlah besar. Penguasa Inggris lebih memilih mengirim pangan asal Benggala itu ke Inggris atau kepada tentara India yang bertugas di timur tengah. Para pedagang ikut berperan dengan menaikan harga, akibatnya terjadi inflasi yang tinggi.  Akibat krisis pangan ini setidaknya 1,5 juta sampai 3 juta warga Benggala meninggal selama masa itu. Kejadian di India ini merupakan gabungan dari bencana alam dan pengabaian kenyataan kelaparan oleh penguasa.
Tahun 1958 – 1961
Terjadi krisis pangan hingga kelaparan di China, kejadian ini bermula ketika Mao aktif membangun industri logam di China. Warga China dipaksa bekerja di koperasi dan tanah-tanah negara. Untuk makin mendorong warga, pemerintah memberi pangan gratis bagi mereka yang bekerja. Jumlah kematian selama tiga tahun mencapai 14 – 26 juta orang. Situasi ini parah karena China mengabaikan sektor pertanian dan membuat laporan-laporan palsu mengenai data-data produksi.
Tahun 1972
Pada kurun waktu ini setidaknya ada jutaan warga dari 40 negara yang mengalami kelaparan. Kondisi ini disebabkan oleh stok pangan dunia yang sangat rendah sebagai akibat panen disejumlah tempat tidak memuaskan.  Sehingga negara produsen menutup pintu ekspor bahan pangan ke luar negeri.
Tahun 1995-1997
Diduga bermula pada tahun 1995 – 1997 masih terjadi hingga saat sekarang kelaparan di Korea Utara yang diperkerikakan merenggut 3 juta jiwa warganya. Kelaparan ini bermula ketika China dan Soviet tidak lagi memberikan bantuan subsidi pangan, sehingga secara keseluruhan pasokan pangan menurun drastis. Kasus di Korea Utara ini mirip dengan China yang tengah berusaha menstransformasi ekonomi dari negara pertanian ke negara industri.

Sejumlah krisis pangan menunjukan bahwa problem kekurangan pangan  tidak hanya menyebabkan banyak warga yang tewas di suatu negara.  Akibat  pembukaan pasar global serta tidak imbangnya jumlah populasi dengan jumlah produksi pangan yang tersedia. Krisis  pangan dapat dengan cepat menyebar ke negara lain. Krisis pangan global sempat memanas pada akhir tahun 2008 ketika stok pangan dunia semakin menipis. Pada tahun 2008 terjadi kenaikan harga pangan sangat tinggi secara rata-rata harga pangan dunia naik 20% dan  pada saat yang bersamaan negara produsen menutup kran ekspor. Hingga negara-negara yang tergantung pada impor kesulitan untuk mendapatkan pangan.  Krisis pangan tahun 2008 terjadi mulai dari Kamerun, Haiti, Bangladesh, Mesir, hingga Filipina. Krisis politik yang terjadi di Arab juga disebabkan oleh krisis pangan yang terjadi di sejumah negara di kawasan itu.
Karen M.Jetter dari Pusat Isu-isu Pertanian Universitas California, dalam salah satu makalahnya menjelaskan, bahwa krisis pangan yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh sejumlah hal; seperti kegagalan panen disejumlah negara produsen pangan, produksi bioenergi meningkat  (yang berarti mengalihkan pasokan bahan pangan untuk bahan baku energi), peningkatan bahan bakar, dan perubahan pertumbuhan ekonomi domestik dan global.
Sejarah krisis pangan yang telah terjadi di beberapa negara mengingatkan pada kita bahwa penyebab kekurangan pangan di dunia dapat disebabkan oleh ; jumlah populasi penduduk dunia yang meningkat, cuaca yang buruk, dan kesalahan manajemen pertanian dari pemerintah.  Faktor populasi dan cuaca merupakan faktor yang bersifat eksogen, sedangkan faktor kesalahan manajemen pemerintah merupakan faktor yang sepenuhnya dapat dikendalikan pemerintah tentang bagaimana seharusnya mengelola pangan untuk masyarakat.  Perubahan struktur ekonomi dari agraris menjadi ekonomi industri yang berorientasi pasar global, hendaknya diimbangi dengan penekanan pada penguatan pondasi untuk kebutuhan pangan. untuk itu kalimat “ sejarah kembali berulang “ perlu dicamkan karena dengan memahami sejarah kita bisa memahami krisis pangan yang tengah terjadi dan mengupayakan solusinya.(dh.bp4k.cianjur/24/8/11) 

Berita Kita

Posting Populer